Minggu, 18 Januari 2015

Estetika

Estetika adalah paparan yang lebih menekankan pengalaman sang subyek mengenai yang indah tanpa mencermati asalnya (obyek kesenian alami atau karya cipta manusia). Filsafat keindahan merupakan pendekatan filsafati yang berfilsafat mengenai yang “indah” dan apa yang menjadi dasar sesuatu dikatakan indah.
Kritik kesenian adalah tolak ukurr penilaian “obyektif” suatu karya untuk dapat disebut karya seni atau tidak. Pengalaman estetis secara fenomenologis bersumbeer pada pengalamn pancaindra dan dialoh dalam rasa, yang kemudian diekspresikan dalam berbagai bentuk pengucapan yang merupakan awal munculnya penggunaan istilah isi dan bentuk pengucapan.
Adapun sejarah mengenai apa itu seni menurut pemikiran barat dipengaruhi oleh dua orang tokoh, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato memandang seni sebagai mimesis dari yang sejati, yaitu apa-apa yang berada di dunia ideal yang jauh lebih tinggi. Aristoteles memandang keindahan atau estetika sebagai harmoni, keseimbangan, atau tata dalam ukuran material, yang berlaku untuk benda seni dari alam ataupun karya seni buatan manusia.
Fungsi kesenian (terutama drama) adalah “catharsis”: bersifat membersihkan, mencairkan seluruh kekecewaan, pengalaman-pengalaman sedih gembira melalui balutan pentas yang menyatukan penonton. Seperti pertunjukkan “Indonesia Kita” yang memadu padankan semua jenis seni pertunjukkan dalam satu pentas yang harmonis.
Apresiasi seni merupakan suatu hal yang penting dilakukan. Karena selain seni sebagain informasi, seni sendiri membutuhkan informasi. Harmonisasi dari suatu keindahan adalah titik seimbang yang dapat dinikmati apabila seluruh komponennya tersusun secara pas dan penikmat serta pemain merasa riang dan gembira.
Terdapat dua pendekatan estetika, yaitu: pertama, langsung meneliti dalam karya-karya seni atau alam-alam indah. Dua, menyoroti pengalaman keindahan dalam diri orang yang mengalami (kontemplasi rasa indah).
Estetika terus berkembang dan meluas, sesuai dengan aliran pikiran zamannya. Pada masa modern sampai akhir abad ke-19, penciptaan kesenian harus bertolak dari ilham (inspirasi) seniman dan pengertian mendalam terhadap tubuh manusia, alam, realitas. Perhatian pada manusia memuncak, dari rasionalisme (dengan kejelasan yang terpadu) menuju idealisme dengan puncaknya Hegel (1770-1831).
Perkembangan estetika dari akhir abak ke-19 sampai abad ke-20, estetika muncul dalam impresionisme (dengan pusat di Paris) yang menegaskan keluarnya kelompok ini dari aturan kesenian (terutama lukis) yang sudah mapan. Yang ditonjolkan adalah ‘kesan’ dalam suatan bayang dan terang yang bereaksi atas patokan warna gelap (hitam) dan terang yang sudah mapan.
Estetika pada abad ke-20, memuculkan aliran-aliran yang berkembang yaitu:
·         Simbolisme, ekspresi dalam bentuk lambing atau symbol yang isinya ingin melukiskan intisari ilham atas inspirasi seniman. Tokoh-tokohnya: Gauguin (1848-1930), Denis Maurice (1870-1943), dan Yugendstil.
·         Fauvisme, melanjutkan ekspresionisme dengan menegaskan symbol dan dekorasi dengan mempertajam penggunaa warna. Tokoh-tokohnya: Henri Matisse (1869-1954), El Greco (1879-1940).
·         Surelisme, lukisan merupakan ekspresi dari dunia khayal, mimpi, bayangan. Aliran ini dipengaruhi oleh psikologi psikoanalisa Freud alam bawah sadar. Tokoh-tokohnya: H. Bosch (1450-1516), Marc Chagall (1887-1985), dan Breton (1896-1966).
·         Kubisme, mengekspresikan pengamatan dan pengalaman manusia dengan suatu konstruksi bentuk-bentuk kubus, selain itu aliran ini juga digunakan sebagai alat ekspresi warna-warna sederhana, polos yang digoreskan saling bertepian dan berdampingan secara jelas. Tohok-tokohnya: Pablo Ruiz Y Picasso (1881-1973), George Bragne (1882-1963), dan Cezanne Paul (1839-1906).
·         Seni Abstrak, menggambarkan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan obyek-obyek luar, namun ingin menekankan kebebasan ekspresi, kebebasan menggunakan bahan dan member arti serta tafsiran. Tokoh-tokohnya: Wassili Kandinski (1866-1945) dan Kasimir Malewitsj (1878-1935).
·         Aliran Kritik Masyarakat, kesenian ditempatkan dalam fungsi kemampuannya untuk menjadi kritik masyarakat, alat kritis serta sumbangannya untuk kemanusiaan. Bersumber dari para cendekiawan Eropa awal abad ke-20 yang sudah mempelajari Marxisme. Tokoh-tokohnya: Bloch (1885-1971).
·         Aliran Fenomenologi dan Eksistensialisme, dua aliran ini secara cermat mencari dasar penyatuan antara subyek estetika dengan karya kesenian sebagai obyek pengalaman. Tokoh-tokohnya: Merleau Ponty.
·         Defrenne, rasa estetis perbuatan yang sama-sama dihayati baik oleh orang yang sedang merasai kesenian maupun oleh apa yang sedang disajikan oleh kesenian.
Estetika dalam kaitannya dengan sejarah menurut Benedetto Croce (1866-1952), keindahan dalam tahap pemikiran, yaitu: Pertama, intuisi yang terwujud dalam bahasa dan sastra. Kedua, Intuisi lirik berupa curahan rasa dengan bentuk puisi. Ketiga, intuisi dan ekspresi puitis diletakkan pada manusia universal, yaitu ungkapan roh universal dalam diri pribadi. Keempat, ekspresi estetis mencapai puncak dalam seni syair (La Poesia: 1936).
R.C. Collingwood (1889-1943), memaparkan lima dasar pengetahuan manusia mengenai kebenaran, yaitu art, religion, science, history, philosophy. George Santaya (1863-1952), dalam bukunya, The Nature of Beauty (1896), mengisahkan ‘keindahan’ adalah sebagai nilai yang digemari,  diminati, dirasai banyak orang. Sedangkan menurut Jose Ortega Y. Gasset (1883-1955), mengatakan dalam bukunya,  Deshumanizacion del Arte (1925), seni yang kurang memperhatikan manusia akan merosot.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar