Estetika adalah paparan yang lebih menekankan pengalaman sang subyek mengenai
yang indah tanpa mencermati asalnya (obyek kesenian alami atau karya cipta
manusia). Filsafat keindahan
merupakan pendekatan filsafati yang berfilsafat mengenai yang “indah” dan apa
yang menjadi dasar sesuatu dikatakan indah.
Kritik kesenian adalah tolak ukurr penilaian “obyektif” suatu karya untuk
dapat disebut karya seni atau tidak. Pengalaman estetis secara fenomenologis bersumbeer pada pengalamn
pancaindra dan dialoh dalam rasa, yang kemudian diekspresikan dalam berbagai
bentuk pengucapan yang merupakan awal munculnya penggunaan istilah isi dan
bentuk pengucapan.
Adapun sejarah mengenai apa itu seni menurut pemikiran barat dipengaruhi
oleh dua orang tokoh, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato memandang seni sebagai
mimesis dari yang sejati, yaitu apa-apa yang berada di dunia ideal yang jauh
lebih tinggi. Aristoteles memandang
keindahan atau estetika sebagai harmoni, keseimbangan, atau tata dalam ukuran
material, yang berlaku untuk benda seni dari alam ataupun karya seni buatan
manusia.
Fungsi kesenian
(terutama drama) adalah “catharsis”: bersifat membersihkan, mencairkan seluruh
kekecewaan, pengalaman-pengalaman sedih gembira melalui balutan pentas yang
menyatukan penonton. Seperti pertunjukkan “Indonesia Kita” yang memadu padankan
semua jenis seni pertunjukkan dalam satu pentas yang harmonis.
Apresiasi seni
merupakan suatu hal yang penting dilakukan. Karena selain seni sebagain
informasi, seni sendiri membutuhkan informasi. Harmonisasi dari suatu keindahan
adalah titik seimbang yang dapat dinikmati apabila seluruh komponennya tersusun
secara pas dan penikmat serta pemain merasa riang dan gembira.
Terdapat dua pendekatan estetika, yaitu: pertama,
langsung meneliti dalam karya-karya seni atau alam-alam indah. Dua, menyoroti
pengalaman keindahan dalam diri orang yang mengalami (kontemplasi rasa indah).
Estetika terus
berkembang dan meluas, sesuai dengan aliran pikiran zamannya. Pada masa modern
sampai akhir abad ke-19, penciptaan kesenian harus bertolak dari ilham
(inspirasi) seniman dan pengertian mendalam terhadap tubuh manusia, alam,
realitas. Perhatian pada manusia memuncak, dari rasionalisme (dengan kejelasan
yang terpadu) menuju idealisme dengan puncaknya Hegel (1770-1831).
Perkembangan
estetika dari akhir abak ke-19 sampai abad ke-20, estetika muncul dalam
impresionisme (dengan pusat di Paris) yang menegaskan keluarnya kelompok ini
dari aturan kesenian (terutama lukis) yang sudah mapan. Yang ditonjolkan adalah
‘kesan’ dalam suatan bayang dan terang yang bereaksi atas patokan warna gelap
(hitam) dan terang yang sudah mapan.
Estetika pada
abad ke-20, memuculkan aliran-aliran yang berkembang yaitu:
·
Simbolisme, ekspresi dalam bentuk
lambing atau symbol yang isinya ingin melukiskan intisari ilham atas inspirasi
seniman. Tokoh-tokohnya: Gauguin (1848-1930), Denis Maurice (1870-1943), dan
Yugendstil.
·
Fauvisme, melanjutkan ekspresionisme
dengan menegaskan symbol dan dekorasi dengan mempertajam penggunaa warna.
Tokoh-tokohnya: Henri Matisse (1869-1954), El Greco (1879-1940).
·
Surelisme, lukisan merupakan ekspresi
dari dunia khayal, mimpi, bayangan. Aliran ini dipengaruhi oleh psikologi
psikoanalisa Freud alam bawah sadar. Tokoh-tokohnya: H. Bosch (1450-1516), Marc
Chagall (1887-1985), dan Breton (1896-1966).
·
Kubisme, mengekspresikan pengamatan dan
pengalaman manusia dengan suatu konstruksi bentuk-bentuk kubus, selain itu
aliran ini juga digunakan sebagai alat ekspresi warna-warna sederhana, polos
yang digoreskan saling bertepian dan berdampingan secara jelas. Tohok-tokohnya:
Pablo Ruiz Y Picasso (1881-1973), George Bragne (1882-1963), dan Cezanne Paul
(1839-1906).
·
Seni Abstrak, menggambarkan sesuatu yang
tidak ada kaitannya dengan obyek-obyek luar, namun ingin menekankan kebebasan
ekspresi, kebebasan menggunakan bahan dan member arti serta tafsiran. Tokoh-tokohnya:
Wassili Kandinski (1866-1945) dan Kasimir Malewitsj (1878-1935).
·
Aliran Kritik Masyarakat, kesenian ditempatkan
dalam fungsi kemampuannya untuk menjadi kritik masyarakat, alat kritis serta
sumbangannya untuk kemanusiaan. Bersumber dari para cendekiawan Eropa awal abad
ke-20 yang sudah mempelajari Marxisme. Tokoh-tokohnya: Bloch (1885-1971).
·
Aliran Fenomenologi dan Eksistensialisme,
dua aliran ini secara cermat mencari dasar penyatuan antara subyek estetika
dengan karya kesenian sebagai obyek pengalaman. Tokoh-tokohnya: Merleau Ponty.
·
Defrenne, rasa estetis perbuatan yang
sama-sama dihayati baik oleh orang yang sedang merasai kesenian maupun oleh apa
yang sedang disajikan oleh kesenian.
Estetika dalam
kaitannya dengan sejarah menurut Benedetto Croce (1866-1952), keindahan dalam
tahap pemikiran, yaitu: Pertama,
intuisi yang terwujud dalam bahasa dan sastra. Kedua, Intuisi lirik berupa curahan rasa dengan bentuk puisi. Ketiga, intuisi dan ekspresi puitis
diletakkan pada manusia universal, yaitu ungkapan roh universal dalam diri
pribadi. Keempat, ekspresi estetis
mencapai puncak dalam seni syair (La Poesia: 1936).
R.C. Collingwood
(1889-1943), memaparkan lima dasar pengetahuan manusia mengenai kebenaran,
yaitu art, religion, science, history, philosophy. George Santaya (1863-1952),
dalam bukunya, The Nature of Beauty
(1896), mengisahkan ‘keindahan’ adalah sebagai nilai yang digemari, diminati, dirasai banyak orang. Sedangkan
menurut Jose Ortega Y. Gasset (1883-1955), mengatakan dalam bukunya, Deshumanizacion del Arte (1925), seni yang
kurang memperhatikan manusia akan merosot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar