Minggu, 18 Januari 2015

Psikologi Kepribadian Islam

Judul              : “Fitrah & Kepribadian Islam”
Pengarang      : Abdul Mujib, M. Ag.
Data Publik    : Jakarta Pusat, Darul Falah, Cetakan I, Oktober 1999M/Rajab 1420H, 236

Pendahuluan

Perkembangan Psikologi Kepribadian Barat yang terlepas dari nilai-nilai agama adalah hal yang patut dipertanyakan keberadaannya, terlebih dalam islam yang telah memiliki pembahasan yang jelas terhadap perkembangan psikologi. Apakah hal itu harus dibiarkan begitu saja? Bagaimana mungkin hal tersebut mampu membelit perilaku ilmiah umat muslim? Adakah tindakan yang mampu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut?

Pertanyaan itu pula yang muncul sebagai pemicu kehadiran buku ini. Abdul Mujib, M. Ag. adalah seorang pengamat sosial yang berbasis agama yang juga mempertanyakan dan mengkhawatirkan hal yang serupa, perkembangan psikologi barat yang telah berkontribusi besar terhadap diskursus-diskursus keislaman baik positif maupun negative. Yang membuat umat muslim terjebak dengan asumsi-asumsi yang serupa namun tidak sama.

Konsep Fitrah dalam Islam

Menurut Toshihiko Izutsu pemahaman hakekat manusia (termasuk strukturnya) dapat ditempuh melalui tiga tahap; pertama, memilih istilah-istilah kunci dari vocabulary Al-Quar’an, yang dianggap sebagai unsur konseptual dasar bagi ideologi Qur’ani. Kedua, menentukan makna pokok yang berkaitan dengan makna semantic yang menjadi elemen penting dari istilah tersebut dan makna nasabi (relational meaning) yang merupakan tambahan yang terjadi karena hubungan dengan konteks dimana istilah itu berada. Ketiga, menyimpulkan dan menyatukan konsep-konsep itu ke dalam satu kesatuan.

Fitrah dalam Al-Qur,an disebutkan sebanyak 20 kali. Masing-masing ayat yang memuat tema fitrah memiliki bentuk, subjek, objek, aspek dan makna tersendiri. Adapun subjek fitrah adalah Allah SWT dan objek fitrah adalah manusia. Fitrah merupakan wujud abstrak. Sebagai wujud abstrak, ia membutuhkan aktualisasi. Ibadah merupakan aktualisasi fitrah manusia yang nyata. Ibadah dalam konteks ini memiliki ruang lingkup yang luas, mencakup keseluruhan aktivitas manusia dalam rangka mencari ridha Allah SWT.

Fitrah diungkap dalam hadist dengan berbagai bentuk makna. Masing-masing hadist memiliki topic dan latar yang berbeda-beda. Adapun salah satu contohnya adalah:

Seseorang tidak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuannya yang menjadikannya Yahudi, Nashtani, dan Majusi, dalamriwayat lain musyrik.”

Hadist ini berkaitan dengan masalah takdir dan status anak yang dilahirkan, baik dari keturunan mukmin atau kafir. Konsep fitrah dalam hadist ini mengisyaratkan adanya takdir manusia atau status anak yang dilahirkan selalu dalam konsidi musliman. Namun berubah statusnya karena status dari orang tua yang melahirkannya.

Pengertian fitrha sangat beragam. Keberagaman ini dikarenakan oleh pemilihan sudut makna. Fitrah dapat dimaknai secara etimologi, yaitu makna yang menggambarkan konsep dasar struktur kepribadian. Termiologi, yaitu makna yang menggambarkan integritas hakekat struktur kepribadian. Sedangkan makna konteks dalam pemahaman suatu ayat (nasabi), yaitu makna yang menggambarkan aktivitas, watak, kondisi, natur, dan dinamisme kepribadian.

Fitrah dalam islam memiliki dimensi-dimensi tertentu, diantaranya aspek-aspek yang terdapat pada fitrah manusia. Sebagaimana pada penciptaan awalnya, aspek-aspek fitrah manusia memiliki banyak ragam. Keragaman ini disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda. Fitrah dapat dipandang dari aspek biologis (pisik) dan psikologis; sifat-sifat; karakter-karakter; konstitusi-konstitusi; dan nilai-nilai yang diemban.

Para ahli umumnya membedakan manusia dari dua aspek saja, yaitu jasad dan ruh. Mereka sedikit sekali membedakan antara jasad, ruh, dan nafs (aspek psikopisik manusia), padahal ketiganya memiliki kriteria-kriteria tersendiri. Jasad dan ruh merupakan aspek manusia yang berawalan sifatnya. Dimana jasad bersifat kasar dan duniawi atau empiris, yang asalnya dari tanah. Sedangkan ruh bersifat halus dan gaib, yang asalnya dari hembusan ruh Allah SWT.

Al-Raziy menyebut ruh dan nafs sebagai al-nafs al-insanitah, yaitu subtansi yang memancar yang bersifat ruhani. Jika ia melekat di dalam tubuh maka terjadilah apa yang dinamakan kehidupan, tetapi jika ia lepas, baik lahir maupun batin maka terjadilah kematian. Namun jika lepasnya hanya lahir saja maka terjadilah tidur, sebab tidurpun merupakan bagian daripada kematian.

Dimensi-dimensi fitrah manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fitrah pisik yang penciptaannya terdiri atas struktur organisme pisik, dimana orgamnisme pisik manusia lebih sempurna dibanding dengan organisme pisik makhluk lain. Fitrha psikis yang mempunyai komponen, potensi, fungsi, sifat, prinsip kerja, dinamisme dan mekanisme tersendiri untuk mewujudkan hakekat manusia yang sebenarnya. Dan fitrah psikopisik atau fitrah nafsaniah yang merupakan gabungan dari jasad dan ruh manusia. Dimana masing-masing fitrah ini memiliki natur, potensi, hukum, dan ciri-ciri tersendiri.

Dasar-Dasar Pemahaman Psikologi Kepribadian Kontemporer Barat

Kepribadian adalah cerminan konsep keunikan diri seseorang. Dalam beberapa bahasa disebut dengan personality (Inggris); persoonlijkheid (Belanda); dan personalidad (Spanyol). Akar kata masing-masing sebutan itu berasal dari kata Latin “persona” yang berarti “topeng”, yaitu topeng yang dipakai oleh actor drama atau sandiwara.

Seorang aktor Yunani Kuno telah terbiasa memakai topeng (persona) ketika memerankan soerang tokoh dalam suatu drama. Yang kemudian diadaptasi oleh bangsa Roma dengan istilah personality. Semula persona diartikan dengan “bagaimana seorang tampak pada orang laindan bukan pribadi yang sesungguhnya.” Actor menciptakan dalam pikiran penonton suatu impresi dari tokoh yang diperankan di atas panggung, bukan impresi dari pribadi actor sendiri. berdasarkan pemahaman ini maka maksud personality bukanlah suatu atribut yang pasti dan spesifik, melainkan suatu kualitas prilaku total seseorang.

Kronnologi sejarah permunculan istilah personality ini mencerminkan kronologi pemahaman psikologi dalam melihat kepribadian individu. Pada mulanya kepribadian ditunjuk pada apa yang ditampakkan, kemuadian pada apa yang dirasakan dan selanjutnya apa yang ditampilkan oleh psikopisiknya dalam kehidupan sehari-hari maka tingkah laku inilah yang dimaksud dengan kepribadian.

Tahapan pemunculan istilah personality  tersebut masih belum cukup untuk mengkaver tentang Psikilogi Kepribadian, sebab masih terdapat tiga tahapan lagi yang muncul kemudian. Psikolog lain memandang bahwa kepribadian tidak sekedar ditentukan oleh psikopisik dan kebiasaan-kebiasaan individu, melainkan ditentukan oleh kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.

Karakter (watak atau perangai) kurang tepat jika diidentikkan dengan kepribadian. Di samping digunakan untuk memberi sifat selain manusia, karakter juga menggunakan norma-norma tertentu dalam memberi sifat manusia, misalnya norma agama, norma susila, dan sebagainya. Allport berpendapat dalam buku psikologi kepribadian yang ditulis oleh Sumadi Suryabrata menyatakan bahwa karakter itu sama dengan kepribadian, tetapi dipandang dari sudut yang berlainan. Istilah karakter dipandang dari sudut “penilaian” baik-buruk, senang-benci, menerima-menolak suatu tingkah laku berdasarkan norma-norma yang dianut. Sedangkan istilah kepribadian dipandang dari sudut “penggambaran” manusia apa adanya tanpa disertai penilaian. Karakter dapat dikatakan sebagai kepribadian yang “dievaluasií”, sedangkan kepribadian adalah karakter yang “didevaluasi”.

Keragaman definisi kepribadian dapat disebabkan oleh beberapa factor, seperti sudut pandang, dasar pemikiran, cara dan pendekatan, dan aliran yang dianut. Beberapa factor itulah yang menyebabkan keanekaragaman definisi kepribadian. Sebagai contoh, drfinisi yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung. Kepribadian adalah “integrasi dari ego, ketidaksadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks, arkhetip-arkhetip, persona, dan anima”. Sedangkan Allport mendefinisikan kepribadian dengan “manusia sebagaimana adanya”. Makna kata tersebut memiliki asumsi dasar bahwa pengamat tidak menggunakan norma-norma baik-buruk tertentu dalam melihat tingkah laku individu. Apa yang ada itulah yang digambarkan, tanpa menilai baik dan buruknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Allport sendiri bahwa kepribadian itu berbeda dengan karakter.

Psikologi Kepribadian sebagai bagian dari teori kepribadian memiliki dimensi-dimensi khusus yang merupakan ruang lingkup pembahasannya. Pervin menyatakan bahwa teori kepribadian dianggap sempurna apabila memiliki lima dimensi pokok, yaitu: struktur kepribadian; proses dan motivasi kepribadian; pertumbuhan dan perkembangan kepribadian; psikopatologi; dan psikoterapi. Namun dimensi-dimensi tersebut belum mencerminkan kesempurnaan suatu teori kepribadian. Hal tersebut dikarenakan karna kurangnya dimensi yang belum terungkap, yakni “kesehatan mental” serta nilai-nilai tertentu yang menjadi acuan hidup kepribadian individu. Oleh karena itu maka dimensi teori kepribadian yang sempurna adalah mencakup tujuh macam, yaitu: struktur kepribadian; proses dan motivasi kepribadian; pertumbuhan dan perkembangan kepribadian; kesehatan mental; psikopatologi; psikoterapi; dan nilai-nilai yang mempribadi dalam kepribadian individu.

Adapun factor-faktor yang menentukan kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok aliran, yaitu: factor lingkungan seperti yang dikemukakan oleh aliran Empirisme; factor hereditas seperti yang diungkapkan oleh aliran Nativisme; factor lingkungan dan factor hereditas seperti yang dijelaskan oleh aliran Konvergensi dimana hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan dari factor lingkungan.

Struktur kepribadian menurut para psikolog menunjukkan tiga elemen poko, yaitu: pertama, struktur kepribadian adalah suatu komponen yang mesti ada dalam setiap pribadi, yang menentukan konsep “kepribadian” sebenarnya; kedua, eksisstensi struktur dalam kepribadian manusia memiliki ciri relative stabil, menetap, dan abadi; ketiga, kepribadian seseorang merupakan wujud konkrit dan aktualisasi dari proses integrasi sistem-sistem atau aspek-aspek struktur.

Fitrah Sebagai Struktur Kepribadian Islam

Keberadaan Psikolog Kepribadina Barat tidak saja berguna bagi diskursusnya sendiri, melainkan juga membantu dikuskursus-dikuskursus lainnya. begitu urgensinya diskursus ini sehingga ia mampu melintasi batas-batas akademis dan batas-batas ideology. Pengaruh Psikologi Kepribadian Barat di bidang idoelogi mampu melintasi batas-batas agama yang telah mapan. Ada dua kemungkinan mengapa Psikologi Kepribadian Barat tidak mengaitkan diri dengan nilai agama. Pertama, ia sengaja tidak melibatkan diri dari niali-nilai agama, sehingga keberadaannya tidak berbaur dengan disiplin Karakterologi. Kedua, Psikologi Kepribadian Barat belum mampu mengkaver fenomena-fenomena keagamaan yang supra rasional.

Meskipun Psikologi Kepribadian Kontemporer telah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan diskursus-diskursus keislaman, namun tidak sedikit pila, ia justru memberikan dampak negative. Psikologi Kepribadian Islam sudah selayaknya hadir saat ini dengan menggunakan pola pikir islamnya, dimana fitrahlah yang disumsikan sebagai struktur kepribadian islam yang akan diaplikasikan.

Studi tentang Psikologi Kepribadian Islam harus didasarkan atas nilai-nilai universal islam. Nilai-nilai ini termasuk di dalamnya Al-Qur’an, Sunnah, dan khazanah ilmu keislaman. Adapun makna kepribadian dalam islam dibagi menjadi dua makna, yaitu makna etimologi yang berarti akhlak dimana akhlak adalah suatu tingkah laku yang seharusnya dikerjakan atau ditinggalkan seseorang. Kata akhlak muncul bersamaan dengan munculnya islam. Sedangakan menurut makna terminology adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. Dimana kalbu sebagai aspek supra kesadaran manusia yang berfungsi sabagai daya emosi (rasa), sedangkan akal sebagai aspek kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya cipta, dan nafsu sebagai aspek pra atau bawah kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya karsa. Ketiga komponen fitrah ini berintegrasi untuk mewujudkan suatu tingkah laku.

Ketiga komponen tersebut memiliki prosentase sebagai sebuah dasar pemikiran, yaitu: pertama, kepribadiandalam perspektif islam merupakan integrasi dari sistem kalbu, akal, dan nafsu, sehingga masing-masing sistem tersebut memberikan dayanta dalam mewujudkan kepribadian; kedua, masing-masing sistem tersebut memiliki natur yang unik, yang suatu saat dapat bekerja sama, tetapi di saat yang lain saling berebut untuk mewujudkan kepribadian.; ketiga, jumlah prosentase diperkirakan menurut banyak-sedikitnya daya yang dikeluarkan oleh masing-masing sistem psikopisik dalam mewujudkan kepribadian.

Adapun beberapa contoh kepribadian, yakni: pertama, kepribadian Amarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan.kepribadian ini merupakan kepribadian di bawah sadar manusia. Kedua, kepribadian Lawwamah,  adalah kepribadian yang bimbang seperti mengingat lalu lupa, senang lalu sedih, taat dan takwa lalu lacur. Ketiga, kepribadian Muthmainnah adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik.

Ada pula factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fitrah nafsani (psikopisik) dalam pembentukan kepribadiandalam konsep kepribadian islam yang diasumsikan dari fitrah nafsani mengakui adanya peran lingkungan dalam pembentukan kepribadian. Pengakuan ini bukan berarti mengabaikan factor keturunan dan perbedaan individu. Sebaliknya, Al-Qur’an banyak membicarakan potensi-potensi bawaan. Fitrah nafsani bukanlah struktur yang netral apalagi kosong dari potensi dan kecenderungan tertentu. Muhammad Taqi Falsafi menyebut dua potensi dasar yang selalu dimiliki oleh manusia, yaitu potensi tauhid untuk mengenal dan mengetahui adanya Tuhan dan potensi akhlak untuk membedakan tingkah laku yang baik dan yang buruk.

Adapun prinsip kepribadian mukmin antara lain: karakter kepribadian Rabbani atau Iilahi adalah kepribadian yang mampu mengambil dan mengamalkan sifat-sifat dan asma-asma Allah SWT ke dalam tingkah laku nyata sebatas pada kemampuan manusiawinya; karakter  kepribadian Malaki adalah kepribadian yang mampu mengambil dan mengamalkan sifat-sifat malaikat yang agung dan mulia; karakter kepribadian Qur’ani adalah kepribadian yang mampu mengambil dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam tingkah laku yang nyata; karakter kepribadian Rasuli adalah kepribadian yang mampu mengambil dan mengamalkan sifat-sifat rasul yang mulia; karakter kepribadian yang berwawasan masa depan adalah kepribadian yang menghendaki  adanya karakter yang mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek;

Selain itu ada pula prinsip kepribadian musli, yaitu: karakter kepribadian Syahadatain adalah adanya  usaha untuk menghilangkan dan membebaskan diri dari dominasi tuhan-tuhan temporal dan relative, kemudian mengisi diri sepenuh hati dengan Allah, Tuhan Ynag Mutlak; karakter kepribadian Mushalli adalah kepribadian yang memiliki banyak ciri salah satu diantaranya mampu berkomunikasi dengan Ilahi dan dengan sesama insani; karakter kepribadian Sha’im adalah  kepribadian yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu rendah; karakter kepribadian Hajji adalah kepribadian yang mau mengorbankan harta, waktu, dan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT; karakter kepribadian Muhsin adalah kepribadian yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku manusia.

Penutup


Kesimpulan dari seluruh uraian di atas adalah penggalian kembali konsep fitrah sebagai struktur kepribadian islam yang digali dari Al-Qur’an, Al-Hadist, dan penafsiran dari para ahli yang kemudian dibandingkan dengan teori Psikologi Kepribadian Barat yang telah membuming. Dimana Psikologi Kepribadian Barat telah memberi kemajuan pada bidang diskursusnya sendiri dan pada bidang diskursus-diskursus lainnya. Namun kemajuan yang disumbangkan oleh Psikologi Kepribadian Barat ini juga diiringi dengan kemunduran tentang nilai-nilai yang terkandung dalam agama. Yang membuat konsep tentang kepribadian menjadi hal yang terpisah dengan unsur spiritual. Memang, kepribadian adalah suatu pandangan tentang tingkah laku tanpa menilai itu salah atau benar. Namun perlu diingat, kepribadian adalah bagian dari karakter yang menggunakan norma-norma, nilai-nilai, atau aturan-aturan yang berlaku untuk memberikan pandangan apakah hal itu benar atau salah. Karna kepribadian adalah karakter yang didevaluasi dan karakter adalah kepribadian yang dievaluasi. Jadi, perlu adanya sebuah dimensi dimana konsep tentang kepribadian dapat menjadi sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, muncullah konsep psikologi kepribadian islam untuk menjawab dominasi psikologi kepribadian barat yang masih belum dapat mencerminkan konsep kesempurnaan suatu teori kepribadian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar