Judul : “Fitrah & Kepribadian Islam”
Pengarang : Abdul Mujib, M. Ag.
Data
Publik :
Jakarta Pusat, Darul Falah, Cetakan I, Oktober 1999M/Rajab 1420H, 236
Pendahuluan
Perkembangan
Psikologi Kepribadian Barat yang terlepas dari nilai-nilai agama adalah hal
yang patut dipertanyakan keberadaannya, terlebih dalam islam yang telah
memiliki pembahasan yang jelas terhadap perkembangan psikologi. Apakah hal itu
harus dibiarkan begitu saja? Bagaimana mungkin hal tersebut mampu membelit
perilaku ilmiah umat muslim? Adakah tindakan yang mampu dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut?
Pertanyaan itu
pula yang muncul sebagai pemicu kehadiran buku ini. Abdul Mujib, M. Ag. adalah
seorang pengamat sosial yang berbasis agama yang juga mempertanyakan dan
mengkhawatirkan hal yang serupa, perkembangan psikologi barat yang telah
berkontribusi besar terhadap diskursus-diskursus keislaman baik positif maupun
negative. Yang membuat umat muslim terjebak dengan asumsi-asumsi yang serupa
namun tidak sama.
Konsep Fitrah dalam Islam
Menurut Toshihiko Izutsu pemahaman
hakekat manusia (termasuk strukturnya) dapat ditempuh melalui tiga tahap;
pertama, memilih istilah-istilah kunci dari vocabulary Al-Quar’an, yang
dianggap sebagai unsur konseptual dasar bagi ideologi Qur’ani. Kedua,
menentukan makna pokok yang berkaitan dengan makna semantic yang menjadi elemen
penting dari istilah tersebut dan makna nasabi (relational meaning)
yang merupakan tambahan yang terjadi karena hubungan dengan konteks dimana
istilah itu berada. Ketiga, menyimpulkan dan menyatukan konsep-konsep itu ke
dalam satu kesatuan.
Fitrah dalam Al-Qur,an disebutkan
sebanyak 20 kali. Masing-masing ayat yang memuat tema fitrah memiliki bentuk,
subjek, objek, aspek dan makna tersendiri. Adapun subjek fitrah adalah Allah
SWT dan objek fitrah adalah manusia. Fitrah merupakan wujud abstrak. Sebagai
wujud abstrak, ia membutuhkan aktualisasi. Ibadah merupakan aktualisasi fitrah
manusia yang nyata. Ibadah dalam konteks ini memiliki ruang lingkup yang luas,
mencakup keseluruhan aktivitas manusia dalam rangka mencari ridha Allah SWT.
Fitrah diungkap dalam hadist dengan
berbagai bentuk makna. Masing-masing hadist memiliki topic dan latar yang
berbeda-beda. Adapun salah satu contohnya adalah:
“Seseorang tidak dilahirkan kecuali
dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuannya yang menjadikannya Yahudi,
Nashtani, dan Majusi, dalamriwayat lain musyrik.”
Hadist ini berkaitan dengan masalah
takdir dan status anak yang dilahirkan, baik dari keturunan mukmin atau kafir.
Konsep fitrah dalam hadist ini mengisyaratkan adanya takdir manusia atau status
anak yang dilahirkan selalu dalam konsidi musliman. Namun berubah statusnya
karena status dari orang tua yang melahirkannya.
Pengertian fitrha sangat beragam.
Keberagaman ini dikarenakan oleh pemilihan sudut makna. Fitrah dapat dimaknai
secara etimologi, yaitu makna yang menggambarkan konsep dasar struktur
kepribadian. Termiologi, yaitu makna yang menggambarkan integritas hakekat
struktur kepribadian. Sedangkan makna konteks dalam pemahaman suatu ayat (nasabi),
yaitu makna yang menggambarkan aktivitas, watak, kondisi, natur, dan dinamisme
kepribadian.
Fitrah dalam islam memiliki
dimensi-dimensi tertentu, diantaranya aspek-aspek yang terdapat pada fitrah manusia.
Sebagaimana pada penciptaan awalnya, aspek-aspek fitrah manusia memiliki banyak
ragam. Keragaman ini disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda. Fitrah dapat
dipandang dari aspek biologis (pisik) dan psikologis; sifat-sifat;
karakter-karakter; konstitusi-konstitusi; dan nilai-nilai yang diemban.
Para ahli umumnya membedakan manusia
dari dua aspek saja, yaitu jasad dan ruh. Mereka sedikit sekali membedakan
antara jasad, ruh, dan nafs (aspek psikopisik manusia), padahal ketiganya
memiliki kriteria-kriteria tersendiri. Jasad dan ruh merupakan aspek manusia
yang berawalan sifatnya. Dimana jasad bersifat kasar dan duniawi atau empiris,
yang asalnya dari tanah. Sedangkan ruh bersifat halus dan gaib, yang asalnya
dari hembusan ruh Allah SWT.
Al-Raziy menyebut ruh dan nafs sebagai al-nafs
al-insanitah, yaitu subtansi yang memancar yang bersifat ruhani. Jika ia
melekat di dalam tubuh maka terjadilah apa yang dinamakan kehidupan, tetapi
jika ia lepas, baik lahir maupun batin maka terjadilah kematian. Namun jika
lepasnya hanya lahir saja maka terjadilah tidur, sebab tidurpun merupakan
bagian daripada kematian.
Dimensi-dimensi fitrah manusia dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu fitrah pisik yang penciptaannya terdiri atas
struktur organisme pisik, dimana orgamnisme pisik manusia lebih sempurna dibanding
dengan organisme pisik makhluk lain. Fitrha psikis yang mempunyai komponen,
potensi, fungsi, sifat, prinsip kerja, dinamisme dan mekanisme tersendiri untuk
mewujudkan hakekat manusia yang sebenarnya. Dan fitrah psikopisik atau fitrah
nafsaniah yang merupakan gabungan dari jasad dan ruh manusia. Dimana
masing-masing fitrah ini memiliki natur, potensi, hukum, dan ciri-ciri
tersendiri.
Dasar-Dasar Pemahaman Psikologi Kepribadian
Kontemporer Barat
Kepribadian adalah cerminan konsep
keunikan diri seseorang. Dalam beberapa bahasa disebut dengan personality (Inggris);
persoonlijkheid (Belanda); dan personalidad (Spanyol). Akar kata
masing-masing sebutan itu berasal dari kata Latin “persona” yang berarti
“topeng”, yaitu topeng yang dipakai oleh actor drama atau sandiwara.
Seorang aktor Yunani Kuno telah terbiasa
memakai topeng (persona) ketika memerankan soerang tokoh dalam suatu
drama. Yang kemudian diadaptasi oleh bangsa Roma dengan istilah personality.
Semula persona diartikan dengan “bagaimana seorang tampak pada orang
laindan bukan pribadi yang sesungguhnya.” Actor menciptakan dalam pikiran
penonton suatu impresi dari tokoh yang diperankan di atas panggung, bukan
impresi dari pribadi actor sendiri. berdasarkan pemahaman ini maka maksud personality
bukanlah suatu atribut yang pasti dan spesifik, melainkan suatu kualitas
prilaku total seseorang.
Kronnologi sejarah permunculan istilah personality
ini mencerminkan kronologi pemahaman psikologi dalam melihat kepribadian
individu. Pada mulanya kepribadian ditunjuk pada apa yang ditampakkan, kemuadian
pada apa yang dirasakan dan selanjutnya apa yang ditampilkan oleh psikopisiknya
dalam kehidupan sehari-hari maka tingkah laku inilah yang dimaksud dengan
kepribadian.
Tahapan pemunculan istilah personality tersebut masih belum cukup untuk mengkaver
tentang Psikilogi Kepribadian, sebab masih terdapat tiga tahapan lagi yang
muncul kemudian. Psikolog lain memandang bahwa kepribadian tidak sekedar
ditentukan oleh psikopisik dan kebiasaan-kebiasaan individu, melainkan
ditentukan oleh kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.
Karakter (watak atau perangai) kurang
tepat jika diidentikkan dengan kepribadian. Di samping digunakan untuk memberi
sifat selain manusia, karakter juga menggunakan norma-norma tertentu dalam
memberi sifat manusia, misalnya norma agama, norma susila, dan sebagainya.
Allport berpendapat dalam buku psikologi kepribadian yang ditulis oleh Sumadi
Suryabrata menyatakan bahwa karakter itu sama dengan kepribadian, tetapi
dipandang dari sudut yang berlainan. Istilah karakter dipandang dari sudut
“penilaian” baik-buruk, senang-benci, menerima-menolak suatu tingkah laku
berdasarkan norma-norma yang dianut. Sedangkan istilah kepribadian dipandang
dari sudut “penggambaran” manusia apa adanya tanpa disertai penilaian. Karakter
dapat dikatakan sebagai kepribadian yang “dievaluasií”, sedangkan
kepribadian adalah karakter yang “didevaluasi”.
Keragaman definisi kepribadian dapat
disebabkan oleh beberapa factor, seperti sudut pandang, dasar pemikiran, cara
dan pendekatan, dan aliran yang dianut. Beberapa factor itulah yang menyebabkan
keanekaragaman definisi kepribadian. Sebagai contoh, drfinisi yang dikemukakan
oleh Carl Gustav Jung. Kepribadian adalah “integrasi dari ego,
ketidaksadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks,
arkhetip-arkhetip, persona, dan anima”. Sedangkan Allport mendefinisikan
kepribadian dengan “manusia sebagaimana adanya”. Makna kata tersebut
memiliki asumsi dasar bahwa pengamat tidak menggunakan norma-norma baik-buruk
tertentu dalam melihat tingkah laku individu. Apa yang ada itulah yang
digambarkan, tanpa menilai baik dan buruknya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Allport sendiri bahwa kepribadian itu berbeda dengan karakter.
Psikologi Kepribadian sebagai bagian
dari teori kepribadian memiliki dimensi-dimensi khusus yang merupakan ruang
lingkup pembahasannya. Pervin menyatakan bahwa teori kepribadian dianggap
sempurna apabila memiliki lima dimensi pokok, yaitu: struktur kepribadian;
proses dan motivasi kepribadian; pertumbuhan dan perkembangan kepribadian;
psikopatologi; dan psikoterapi. Namun dimensi-dimensi tersebut belum
mencerminkan kesempurnaan suatu teori kepribadian. Hal tersebut dikarenakan
karna kurangnya dimensi yang belum terungkap, yakni “kesehatan mental” serta
nilai-nilai tertentu yang menjadi acuan hidup kepribadian individu. Oleh karena
itu maka dimensi teori kepribadian yang sempurna adalah mencakup tujuh macam,
yaitu: struktur kepribadian; proses dan motivasi kepribadian; pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian; kesehatan mental; psikopatologi; psikoterapi; dan
nilai-nilai yang mempribadi dalam kepribadian individu.
Adapun factor-faktor yang menentukan
kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok aliran, yaitu: factor lingkungan
seperti yang dikemukakan oleh aliran Empirisme; factor hereditas seperti
yang diungkapkan oleh aliran Nativisme; factor lingkungan dan factor
hereditas seperti yang dijelaskan oleh aliran Konvergensi dimana
hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan
dari factor lingkungan.
Struktur kepribadian menurut para
psikolog menunjukkan tiga elemen poko, yaitu: pertama, struktur kepribadian
adalah suatu komponen yang mesti ada dalam setiap pribadi, yang menentukan
konsep “kepribadian” sebenarnya; kedua, eksisstensi struktur dalam kepribadian
manusia memiliki ciri relative stabil, menetap, dan abadi; ketiga, kepribadian
seseorang merupakan wujud konkrit dan aktualisasi dari proses integrasi
sistem-sistem atau aspek-aspek struktur.
Fitrah Sebagai Struktur Kepribadian Islam
Keberadaan Psikolog Kepribadina Barat
tidak saja berguna bagi diskursusnya sendiri, melainkan juga membantu
dikuskursus-dikuskursus lainnya. begitu urgensinya diskursus ini sehingga ia
mampu melintasi batas-batas akademis dan batas-batas ideology. Pengaruh
Psikologi Kepribadian Barat di bidang idoelogi mampu melintasi batas-batas
agama yang telah mapan. Ada dua kemungkinan mengapa Psikologi Kepribadian Barat
tidak mengaitkan diri dengan nilai agama. Pertama, ia sengaja tidak melibatkan
diri dari niali-nilai agama, sehingga keberadaannya tidak berbaur dengan
disiplin Karakterologi. Kedua, Psikologi Kepribadian Barat belum mampu
mengkaver fenomena-fenomena keagamaan yang supra rasional.
Meskipun Psikologi Kepribadian
Kontemporer telah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan
diskursus-diskursus keislaman, namun tidak sedikit pila, ia justru memberikan
dampak negative. Psikologi Kepribadian Islam sudah selayaknya hadir saat ini
dengan menggunakan pola pikir islamnya, dimana fitrahlah yang disumsikan
sebagai struktur kepribadian islam yang akan diaplikasikan.
Studi tentang Psikologi Kepribadian
Islam harus didasarkan atas nilai-nilai universal islam. Nilai-nilai ini
termasuk di dalamnya Al-Qur’an, Sunnah, dan khazanah ilmu keislaman. Adapun
makna kepribadian dalam islam dibagi menjadi dua makna, yaitu makna etimologi
yang berarti akhlak dimana akhlak adalah suatu tingkah laku yang seharusnya
dikerjakan atau ditinggalkan seseorang. Kata akhlak muncul bersamaan dengan
munculnya islam. Sedangakan menurut makna terminology adalah integrasi sistem
kalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. Dimana kalbu sebagai
aspek supra kesadaran manusia yang berfungsi sabagai daya emosi (rasa),
sedangkan akal sebagai aspek kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya
cipta, dan nafsu sebagai aspek pra atau bawah kesadaran manusia yang berfungsi
sebagai daya karsa. Ketiga komponen fitrah ini berintegrasi untuk mewujudkan
suatu tingkah laku.
Ketiga komponen tersebut memiliki
prosentase sebagai sebuah dasar pemikiran, yaitu: pertama, kepribadiandalam
perspektif islam merupakan integrasi dari sistem kalbu, akal, dan nafsu,
sehingga masing-masing sistem tersebut memberikan dayanta dalam mewujudkan
kepribadian; kedua, masing-masing sistem tersebut memiliki natur yang unik,
yang suatu saat dapat bekerja sama, tetapi di saat yang lain saling berebut
untuk mewujudkan kepribadian.; ketiga, jumlah prosentase diperkirakan menurut
banyak-sedikitnya daya yang dikeluarkan oleh masing-masing sistem psikopisik
dalam mewujudkan kepribadian.
Adapun beberapa contoh kepribadian,
yakni: pertama, kepribadian Amarah adalah kepribadian yang cenderung
pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan.kepribadian ini
merupakan kepribadian di bawah sadar manusia. Kedua, kepribadian Lawwamah, adalah kepribadian yang bimbang seperti
mengingat lalu lupa, senang lalu sedih, taat dan takwa lalu lacur. Ketiga,
kepribadian Muthmainnah adalah kepribadian yang telah diberi
kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan
tumbuh sifat-sifat yang baik.
Ada pula factor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan fitrah nafsani (psikopisik) dalam pembentukan
kepribadiandalam konsep kepribadian islam yang diasumsikan dari fitrah nafsani mengakui
adanya peran lingkungan dalam pembentukan kepribadian. Pengakuan ini bukan
berarti mengabaikan factor keturunan dan perbedaan individu. Sebaliknya,
Al-Qur’an banyak membicarakan potensi-potensi bawaan. Fitrah nafsani bukanlah
struktur yang netral apalagi kosong dari potensi dan kecenderungan tertentu.
Muhammad Taqi Falsafi menyebut dua potensi dasar yang selalu dimiliki oleh
manusia, yaitu potensi tauhid untuk mengenal dan mengetahui adanya Tuhan dan
potensi akhlak untuk membedakan tingkah laku yang baik dan yang buruk.
Adapun prinsip kepribadian mukmin antara
lain: karakter kepribadian Rabbani atau Iilahi adalah kepribadian yang mampu
mengambil dan mengamalkan sifat-sifat dan asma-asma Allah SWT ke dalam tingkah
laku nyata sebatas pada kemampuan manusiawinya; karakter kepribadian Malaki adalah kepribadian yang
mampu mengambil dan mengamalkan sifat-sifat malaikat yang agung dan mulia;
karakter kepribadian Qur’ani adalah kepribadian yang mampu mengambil dan mengamalkan
nilai-nilai Al-Qur’an dalam tingkah laku yang nyata; karakter kepribadian
Rasuli adalah kepribadian yang mampu mengambil dan mengamalkan sifat-sifat
rasul yang mulia; karakter kepribadian yang berwawasan masa depan adalah
kepribadian yang menghendaki adanya
karakter yang mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek;
Selain itu ada pula prinsip kepribadian
musli, yaitu: karakter kepribadian Syahadatain adalah adanya usaha untuk menghilangkan dan membebaskan
diri dari dominasi tuhan-tuhan temporal dan relative, kemudian mengisi diri
sepenuh hati dengan Allah, Tuhan Ynag Mutlak; karakter kepribadian Mushalli
adalah kepribadian yang memiliki banyak ciri salah satu diantaranya mampu
berkomunikasi dengan Ilahi dan dengan sesama insani; karakter kepribadian
Sha’im adalah kepribadian yang mampu
mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu rendah; karakter kepribadian
Hajji adalah kepribadian yang mau mengorbankan harta, waktu, dan nyawa demi
memenuhi panggilan Allah SWT; karakter kepribadian Muhsin adalah kepribadian
yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku manusia.
Penutup
Kesimpulan dari seluruh uraian di atas
adalah penggalian kembali konsep fitrah sebagai struktur kepribadian islam yang
digali dari Al-Qur’an, Al-Hadist, dan penafsiran dari para ahli yang kemudian
dibandingkan dengan teori Psikologi Kepribadian Barat yang telah membuming.
Dimana Psikologi Kepribadian Barat telah memberi kemajuan pada bidang
diskursusnya sendiri dan pada bidang diskursus-diskursus lainnya. Namun
kemajuan yang disumbangkan oleh Psikologi Kepribadian Barat ini juga diiringi
dengan kemunduran tentang nilai-nilai yang terkandung dalam agama. Yang membuat
konsep tentang kepribadian menjadi hal yang terpisah dengan unsur spiritual.
Memang, kepribadian adalah suatu pandangan tentang tingkah laku tanpa menilai
itu salah atau benar. Namun perlu diingat, kepribadian adalah bagian dari
karakter yang menggunakan norma-norma, nilai-nilai, atau aturan-aturan yang
berlaku untuk memberikan pandangan apakah hal itu benar atau salah. Karna
kepribadian adalah karakter yang didevaluasi dan karakter adalah kepribadian
yang dievaluasi. Jadi, perlu adanya sebuah dimensi dimana konsep tentang
kepribadian dapat menjadi sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, muncullah
konsep psikologi kepribadian islam untuk menjawab dominasi psikologi
kepribadian barat yang masih belum dapat mencerminkan konsep kesempurnaan suatu
teori kepribadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar