Pengarang : Yoso Subagio bin Sunar
Data Publikasi : [yosocahsitiaji.blogspot.com/2012/03/masyarakat-islami.html]
Pendahuluan
Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup dan
menetap secara bersama. Di dalam kesatuan sebuah masyarakat, terdapat sistem
yang senantiasa berjalan atas dasar konsensus masing-masing, sehingga dengan
demikian diperlukan sebuah keselerasan bagi tiap-tiap individu dalam hal
menjalankan peranannya masing-masing.
Masyarakat bukanlah komunitas yang
statis. Masyarakat memiliki dinamika
dari waktu ke waktu yang pada akhirnya menyimbolkan sifat dinamis bagi setiap
aktor di dalamnya, dan yang perlu diingat adalah dinamika tadi juga mampu
membawa masyarakat ke dalam malapetaka yang justru akan memecahbelahkan mereka.
Konsep
Masyarakat Islami
Konsep
masyarakat Islam dapat diartikan sebagai sebuah kondisi yang merujuk kepada
penerapan nilai-nilai Islam di setiap tindak tanduk individunya. Dalam hal ini
berarti masyarakat Islami adalah masyarakat yang menjadikan Al Qur’an dan
Sunnah sebagai pedoman hidup mereka dan senantiasa selalu menjaga nilai-nilai
keIslaman bagi tiap-tiap individu dalam hal menjalankan peranannya di dalam
struktur masyarakat.
Umat
Muslim harus meyakini bahwa setiap jengkal kehidupannya adalah wujud dari
ibadah. Ketika semua telah yakin akan hal itu, maka pada waktu itu pulalah
Allah SWT mengangkat derajat umatnya. Hal inilah yang menjadi turning point
perbedaan umat Muslim dengan umat lainnya. Bahwa hidup mereka adalah pengabdian
kepada Sang Pencipta, pengabdian yang tercermin dari aktivitas-aktivitas dalam
kesehariannya guna mencari ridho dari Allah semata. Allah telah menegaskan di
dalam Al Qur’an bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT (51:56). Berangkat dari sanalah, betapa pentingnya setiap
Muslim untuk mengerti betul bahwa hidupnya adalah ibadah.
Dalam konteks masyarakat Islami, ibadah yang dilakukan
dengan penuh keikhlasan dan beorientasi pada kualitas pelaksanaan merupakan
sebuah proses yang merujuk kepada aktivitas menghapus segala bentuk dosa dan
membangkitkan harapan mendapat ampunan Allah dalam diri masyarakat tersebut.
Abu Hurairah meriwayatkan, ada
seorang laki laki datang kepada Nabi SAW dan bertanya
“Ya Rasulullah tunjukan padaku sebuah amal yang jika kukerjakan aku masuk
surga”. Jawab beliau; “Kau menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, mendirikan
shalat, engeluarkan zakat yang diwajibkan dan berpuasa di bulan Ramadhan”. Ia
berkata; “Demi diriku yang ada di tanganNya, aku tidak akan menambah hal ini”.
Ketika ia pergi, Nabi bersaba: “Barang siapa ingin melihat laki-laki penghuni
syurga, lihatlah dia”(HR Bukhari, Muslim dan Al-Nasai).
Sebagaimana telah disebutkan
terdahulu bahwa masyarakat adalah kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda
tetapi menyatu dalam ikatan kerjasama, dan mematuhi peraturan yang disepakati
bersama.
Masyarakat yang ideal adalah yang
meski mereka memiliki sub jati diri yang berbeda-beda tetapi mereka menyatu
dalam satu identitas masyarakat, mematuhi peraturan yang disepakati bersama dan
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Sepintas pemikiran ini sejalan
dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi ruh terbangunnya bangsa
Indonesia. Tujuan bersama masyarakat adalah membangun kesejahteraan sosial
dimana setiap individu terlindungi hak-haknya oleh sistem sosial. Sistem sosial
akan kuat jika didukung oleh sub sistem yang menjadi pilarnya.
Harus dibedakan antara nama
masyarakat Islam dan masyarakat Islami. Masyarakat Islam adalah kumpulan
masyarakat yang beragama Islam dan memberlakukan nilai-nilai Islam, sedangkan
masyarakat Islami adalah masyarakat yang didalamnya berlaku nilai-nilai Islam,
meski mereka menganut berbagai agama.
Jika suatu masyarakat terbangun
sesuai dengan konsep tersebut di atas maka tatanan masyarakat itu akan sangat
indah, apa yang oleh Nabi disebut sebagai taman (bustan). Dunia manusia
(masyarakat) itu berpeluang menjadi taman yang indah (bustan) jika didukung
oleh pilar-pilar yang kuat.
Penutup
Mengaitkan uraian di atas dengan
masalah premanisme yang terjadi di Indonesia membuat kita tergelitik, bahwa
sesungguhnya Indonesia kurang memahami makna Islam padahal Indonesiaa merupakan
negara Islam terbesar di dunia. Hal ini terlihat dari cara rakyat Indonesia
yang tidak menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup. Dimana tiap
tindakan yang dilakukan bukanlah atas dasar ibadah, namun pemenuhan atas
kebutuhan yang mendesak, yang dipenuhi dengan cara yang tidak sesuai aturan
Islam. Sehingga terjadilah premanisme yang semakin hari semakin banyak terjadi.
Padalah jika kita tilik uraian di
atas, premanisme seharusnya tidak perlu terjadi jika masyarakat saling
bekerjasama dan mematuhi nilai-nilai yang ada, serta setiap individu saling
bertanggung jawab dan menghormati kewajiban-kewajiban dan hak-hak masing-masing
dari tiap anggota masyarakat.
Solusi yang dapat disarankan adalah
mulai menanamkan kembali nilai-nilai Islam di kehidupan sehari-hari, menjadikan
Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman atas apa yang akan kita lakukan di
masyarakat dan membentuk pandangan tentang apa yang kita lakukan sebagai suatu
ibadah kepada Allah SWT. Selai itu, masyarakat harus diarahkan kembali kepada
Islam dengan kerelaan dalam urusan yang berkait dengan urusan kehidupan mereka
sehingga selaras dengan tindakan-tindakan yang dilakukan berdasarkan
undang-undang fitrah asal, yaitu ketentuan Allah SWT.
Terimakasih banyak sangat membantu :)
BalasHapus